PEMBUKTIAN SANTRI
Oleh: Rizquna Amelia Mifzal, Kelas X-L
Di suatu desa terdapat sebuah pesantren yang telah berdiri sejak tahun 1996 , sayangnya meski tempat itu telah berdiri sejak lama pondok tersebut belum terkenal di kalangan masyarakat bahkan di wilayah pesantren berdiri, para warga sekitar jarang sekali yang berantusias untuk mendaftar kan anak atau sanak saudara ke dalam pesantren karna mereka selalu melihat santri dengan sebelah mata yang membuat setiap keluarga, kerabat, tetangga yang masuk ke pondok selalu di remehkan bahkan tidak tertinggal juga para santri di pondok itu sendiri.
Di suatu hari, tibalah seorang Santriwati baru yang berasal dari Jakarta, ia di antar oleh kedua orang tuanya hingga pintu gerbang, setelah berpamitan dengan ayah bundanya, ia masuk ke dalam pondok baru nya untuk pergi ke kamar yang telah diberitahukan oleh salah satu pengajar yang mengampu disana kemarin. “assalamualaikum teman teman” sapa Sherina yang di sambut baik oleh teman teman nya “waalaikumussalam,kamu pasti santri baru itu ya? Nama kamu siapa? Sini aku bantu” sahut Mira yang mulai mendekati nya “halo aku Sherina, asal dari Jakarta” bibir Sherina melengkung membentuk senyuman, Mira membantu membawa barang Sherin lalu ia mempersilahkan teman baru nya itu untuk ber isitirahat di samping kasur yang telah di sediakan, mereka duduk sembari berbincang bincang yang diikuti juga oleh anggota kamar yang lain. Di tengah perbincangan mereka sebuah pengumuman terdengar dari musholla pondok “Assalamualaikum wa rahmatullahi wa barakatuh, pengumuman untuk para santriwan dan santriwati bahwasanya besok akan di adakan kerja bakti di lingkungan warga, jadi harap di persiapkan syukron katsiran” pengumuman berakhir “males banget ketemu warga” gerutu Mira “loh kenapa? Emang ga seru?” sahut Sherina “tunggu aja besok nanti kamu tau sendiri” tegas salah satu teman nya, Setelah membahas seputar pengumuman tadi perbincangan mereka pun berakhir.
Keesokan harinya ketika gemerlap Surya terpancar jelas para santiwan dan santriwati keluar dari lingkungan pondok dengan membawa alat kebersihan yang akan mereka gunakan untuk membersihkan lingkungan, baru saja mereka keluar dari gerbang pesantren para warga memberikan tatapan sinis kepada para santri namun hal itu tidak mereka hiraukan, para santri tetap menjalankan niat baik nya. Sherina menyapu daun daun jatuh yang berserak di jalanan “hallo ibu” kepada sekumpulan wanita paruh baya yang lewat di depan Sherina menyapu, sapaan itu membuat mereka mendekat “kamu pasti santri pondok sesat itu ya? Pasti kamu anak bodoh yang ga punya prestasi apa apa makanya masuk pondok” tukas salah satu dari mereka “saya sih ga mau masukin anak saya ke pesantren nanti masa depan nya jadi ga jelas kaya kamu” sahut bu Asih “maksudnya apa ya? Kenapa ibu mengatakan bahwa santri itu ga punya masa depan?” tegur Sherina yang tampak menahan kekesalan “kan emang bener santri tuh ga punya masa depan seperti kamu ini, udah lah ngomong sama anak bodoh itu cuman buang buang waktu kita aja, yuk ibu ibu kita lanjutkan perjalanan kita” mereka pergi meninggalkan Sherina, Tak lama Aisya datang menghampiri ia yang tengah berdiri dengan menatap punggung segerombol wanita paru baya yang semakin menjauh “untung aja masih bisa sabar, kalau aku ga sapu ini mungkin udah melayang” celetuk Sherina Aisya tersenyum tipis seakan ia tau maksud Sherina “ kenapa sih warga di sini kalau ngomong ga bisa di jaga, seumur umur aku tinggal di Jakarta ga ada orang yang omongan nya kaya mereka” protes Sherina “intinya aku bakal tunjukin ke mereka kalau santri itu ga seburuk apa yang mereka omongin!!” semangat Sherina membara walau masih tampak lelah “fighting kawan, aku tau kamu bisa”
sahut Aisya, setelah berbincang beberapa hal mereka pulang ke pondok pesantren karna kegiatan gotong royong telah usai.
Satu bulan berlalu, Sherina mendapatkan telepon dari sang ayah yang meminta ia pulang ke Jakarta selama beberapa hari untuk melanjutkan lomba yang belum sempat selesai serta kegiatan sosialisasi yang harus ia isi sebagai seorang duta, setelah menerima telepon tersebut ia bergegas pergi ke rumah ndalem untuk meminta izin kepada umi dan abah. “tok,tok,tok” pintu terketuk pelan yang membuat dirinya tak menunggu lama, pintu itu terbuka seorang lelaki muda yang memiliki paras tampan berada di tengah tengah pintu “assalamualaikum Gus” ucap Sherina dengan sopan “waalaikumussalam, Afwan ada apa ukhti?” tanya pemuda itu yang tidak lain adalah putra tunggal dari ndalem “kedatangan ana kesini ingin bertemu dengan umi dan abah” jawab Sherina dengan tatapan yang masih menunduk “silahkan masuk dulu, ana panggilkan umi dan Abi” pemuda itu pergi memanggil kedua orang tua nya yang sedang duduk di kursi ruang makan “abi, umi ada tamu yang ingin bertemu” panggil Pemuda tersebut yang membuat kedua orang tuanya beranjak dari tempat duduk dan pergi ke ruang tamu untuk menemui tamu yang di maksud “ada apa ndo?” tanya umi sembari mendekati Sherina “Sherina ingin meminta izin kepada umi dan abah, Sherina mau pulang ke Jakarta sekitar satu Minggu untuk mengikuti lomba tingkat nasional yang belum selesai juga ingin mengisi sosialisasi di salah satu sekolah disana apa Abah dan umii mengizinkan?” ia menjelaskan secara mendetail dan berharap mereka akan mengizinkan nya pergi “pasti kami izinkan toh ndo, kamu ke Jakarta sama siapa?” tanya abah “ayah dan bunda akan datang sebentar lagi untuk menjemput ba” balas Sherina “kami izinkan ndo, nanti kita akan mengadakan doa bersama untuk kelancaran lomba kamu, juga sampaikan salam kami kepada kedua orang tua mu” sahut Bu nyai “terima kasi umi, Abah” Sherina berpamitan lalu menyalami tangan mereka dan pergi untuk berkemas. Selang dua hari kemudian tepat pada jadwal perlombaan Sherina , para santri pondok pesantren mengadakan doa bersama untuk kelancaran lomba tersebut. Tiga jam kemudian perlombaan itu selesai, para peserta menunggu pengumuman kejuaraan dan tanpa di sangka Sherina mendapatkan juara satu science tingkat nasional yang pengumuman nya di tampilkan di acara berita televisi dan di ketahui oleh guz Syarif , melihat hal itu ia langsung memberitahu kedua orang tua nya “abi, umi salah satu santri kita bisa juara internasional!! Dan ternyata dia juga seorang duta terkenal di Jakarta” ia terlihat sangat senang sembari melihat wajah Sherina dari layar televisi “sudah umi tebak, semoga saja dengan hal ini dapat mengubah pemikiran negatif masyarakat tentang santri” sahut umi yang membuat suami dan putra nya mengangguk tersenyum.
Satu minggu kemudian Sherina datang ke pesantren lalu menemui umi dan abah untuk mengucapkan terimakasih serta buah tangan yang ia bawa jauh dari Jakarta “assalamualaikum, umi Abah” sapa Sherina yang berjalan semakin mendekat ke arah mereka yang tengah duduk di halaman rumah “waalaikumussalam, eh ndoo, kamu sudah pulang toh? Selamat ya kami bangga dengan mu” cetus Bu nyai dengan raut gembira “terimakasi ini semua juga berkat umi dan abah yang telah mendoakan” Sherina menyalimi tangan mereka “silahkan masuk dulu ndoo, ga enak kalau ngobrol di halaman” abah mempersilahkan nya untuk masuk ke rumah tanpa jawaban apapun Sherina mengikuti mereka yang berjalan di depannya “umi abah kedatangan Sherina disini ingin meminta izin untuk mengajari anak anak di jalanan dan juga anak anak warga komplek disini setiap pulang sekolah” izin nya dengan sopan “kamu yakin ndoo? Kamu tau kan gimana sikap warga disini?” sahut umi yang ingin memantapkan hati Sherina “yakin Bu” jawab nya dengan semangat “yauda, kami bakal dukung keputusan kamu karena itu niat yang sangat baik, semoga dengan ini ilmu kamu bermanfaat dunia akhirat ya ndo” sahut abah “makasi bah” ia terlihat sangat bahagia karna keputusan nya telah di setujui, perbincangan mereka berakhir Sherina berpamitan untuk kembali ke kamar. Mulai hari itu setiap jam sekolah telah usai ia selalu pergi menemui anak anak jalanan dan anak para warga untuk belajar bersama di taman yang di temani dengan Gus Syarif, mereka mengajar dari mulai ilmu membaca, menghitung, mengaji serta pelajaran agama yang membuat nilai para anak warga meningkat.
Satu bulan kemudian Sherina mendapatkan undangan untuk mengisi sosialisasi di kantor desa yang akan dihadiri oleh para warga di temani Gus Syarif, mereka berangkat pukul 07.00 wib, saat mereka sampai, telah banyak warga yang berkumpul dan duduk di kursi yang telah di sediakan “ibu, bapak sosialisasi akan dimulai sebentar lagi ya” ujar pa kades saat Sherina melangkah maju ke depan para hadirin “loh?!! Jangan bilang dia yang ngisi sosialisasi kali ini?!dia itu cuman santri yang ga tau apa apa dia tuh orang bodoh!!”bentak Bu Sinta dengan posisi berdiri “eh Bu jangan seenaknya ya, ibu tau ga dia itu duta pendidikan terkenal di Jakarta kemarin dia masuk berita sebagai pemenang science internasional bahkan dia seorang pemenang banyak lomba!!maksud ibu apa ya ngatain santri itu bodoh? Apa ibu ga sadar negara yang ibu tinggali sekarang ga mungkin bakal merdeka kalau ga ada santri yang berjuang melawan para penjajah dahulu kala bahkan masjid yang biasa buat kita sholat kalau tidak ada para santri pembangunan masjid itu bakal selesai lama! lingkungan komplek karna ada mereka kebersihan selalu terjaga, satu lagi anak anak disini mereka belajar sampai bisa berhitung, mengaji dan lain lain karna mereka berdua yang ikhlas ngajarin setiap pulang sekolah, masih mau ibu ngatain santri itu ga berguna !!? awalnya juga saya seperti ibu tapi lama kelamaan saya sadar akan banyak nya hal yang ada di sekeliling saya” sahut pa Hendra yang tidak terima akan perkaibu Sinta “alah masa orang kaya mereka berguna, jujur saya ga percaya si, udah saya pulang aja males dengerin sosialisasi dari kalian” Bu Sinta melangkah ke pintu keluar ruangan lalu sosialisasi tersebut dimulai.
Di suatu hari tibalah ketika Sherina sedang berjalan untuk pergi ke taman ia melihat Bu Sinta yang akan menyeberang namun ia melihat ada kendaraan roda dua melaju dengan kecepatan kencang, ia segera berlari kencang untuk menyelamatkan Bu Sinta yang hampir tertabrak oleh kendaraan tersebut “kamu?kenapa kamu masih mau menyelamatkan saya padahal kemarin saya mencerca kamu?”tanya Bu Sinta dengan mata yang berkaca kaca“ sebagai sesama manusia sudah sepantasnya kita saling menolong entah kepada siapapun itu” sahut Sherina dengan tersenyum “terimakasi ya atas pertolongan kamu ini, maaf sekali atas ucapan ucapan saya” ujar Bu Sinta “iya Bu lupakan saja hal yang kemarin saya sudah memaafkan ibu sejak lama” balas Sherina yang membuat para warga yang menyaksikan terharu dengan jawaban nya dan mengubah pandangan para warga tentang santri, sejak saat itu pondok pesantren Sherina menjadi lebih terkenal karna banyak nya jumlah para santri baru yang masuk dan juga banyak nya santri santri yang berprestasi sesuai bakat yang mereka miliki masing masing.