***Ditulis oleh Safna Fida Anzalina
‘Cause every night, I lie in bed
The brightest colors fill my head
A million dreams are keeping me awake
I think of what the world could be
A vision of the one I see
A million dreams is all it’s gonna take
Oh, a million dreams for the world we’re gonna make
(P!NK – A Million Dreams)
Lagu yang dipopulerkan oleh penyanyi asal “Negeri Paman Sam” ini, cukup mewakilkan sosok tokoh utama dalam cerita ini. “Kiai Subhan”, begitulah masyarakat menyebutnya. Sosok inspiratif, yang kehadirannya bak superhero penyelamat dunia. Beliau merupakan pengasuh pondok pesantren yang cukup dikenal oleh masyarakat Brebes. Pesantrennya dikenal dengan nama Assalafiyah I (tanpa pendidikan formal) dan Assalafiyah II (dengan pendidikan formal), yang keberadaannya telah membawa pengaruh besar bagi masyarakat sekitar.
…
2006
“Eh, ana kang kaji!” (Eh, ada pak haji!), teriak salah seorang bocah seusai mengetuk pintu mobil yang tengah terparkir sembari kalang kabut melarikan diri layaknya maling yang tertangkap basah oleh massa. Sosok yang diteriaki itu hanya terdiam dan lantas merenung, “Siapa yang akan bertanggung jawab atas anak-anak seperti mereka?”.
Semenjak hari itu, mulai tebersit dalam pikirannya bahwa suatu hari nanti, “aku harus bertanggung jawab untuk anak-anak seperti mereka, aku ingin mengubah mereka, mengarahkan mereka ke jalan yang sebenarnya”.
Keinginannya pun tak hanya tebersit di pikirannya, pada tahun 2015 beliau diundang untuk mengisi acara peletakan batu pertama di salah satu dealer mobil di kota yang terkenal dengan ‘Bawang Merah’nya itu. Dalam kesempatan itu, beliau meminta doa dan restu kepada pengunjung,
“Mohon do’anya, saya ingin memiliki pondok pesantren untuk membina anak-anak yang belum berhasil, anak-anak yang belum beruntung. Do’akan saya mampu membeli tanah untuk membangun pondok pesantren khusus anak punk”.
Pada tahun 2020 terkumpul dana sebesar 1 miliar rupiah dari para munfiq (seorang muslim yang mengeluarkan infaq) dan dana itu digunakan untuk membeli tanah seluas 1 bahu (sekitar 0,70 hektare). Menurut penuturan Kiai Subhan, tanah tersebut beliau beli dengan harga separuh dari harga pasaran. Sebab, tuan tanah mengetahui bahwa tanah tersebut akan dipergunakan untuk kebermanfaatan orang banyak. Mukjizat lainpun datang, salah seorang keluarga yang dikenal dengan “Keluarga Luqman” juga ikut serta menyumbangkan tanah seluas setengah bahu lantaran merasakan keniathatian beliau Sang Penggagas.
Bagai gayung bersambut pada tahun yang sama, dibangunlah asrama beserta masjid di tanah seluas 2 hektare dengan empat kamar di lantai bawah dan empat kamar di lantai atas. Masjid tersebut dinamai “Luqmanul Hakim” nama penyumbang tanah setengah bahu. Beliau juga berencana membuat gapura berukir:
مَنْ جَاءَ مِثْلُكُمْ كَثِيْر
(Banyak orang yang datang seperti dirimu disini)
Tulisan itu adalah wujud pengharapan beliau bahwa anak yang datang ke pondok pesantren memiliki perjalanan nasib yang sama. Selimut ketidakpercayaan diri mereka tanggalkan setelah masuk ke pondok pesantren. Beliau ingin memberikan sugesti agar mereka tidak merasa down dengan apa yang mereka alami. Namun, pembuatan gapura ini belum terwujud karena asrama belum selesainya proses pembangunan.
Pondok pesantren ini rencananya diperuntukkan untuk santri putra terlebih dahulu dan ketika nantinya berjalan lancar, akan diusahakan untuk bisa membangun pondok pesantren santri putri di tempat yang berbeda. Saat ini sudah ada lima anak punk yang terketuk untuk menjadi bagian dari pondok rintisan itu. Namun, sosoknya masih dirahasiakan oleh beliau, bahkan para pengurus pondok pun tidak tahu menahu mengenai kelima santri punk itu. Beliau ingin menyamaratakan santri dan meluluhkan kesenjangan diantara mereka.
Kiai Subhan merangkul kepolisian dan dinas sosial untuk membantu dalam proses perekrutan anak punk di daerah Brebes dan sekitarnya.
Menurut beliau,
“Dalam pondok pesantren ini, harus ada pendidikan formalnya, namun bertahap. Sementara yang diutamakan ngaji, jama’ah, ngaji, jama’ah, (beliau mengulangnya dua kali seolah menjadi bentuk penegasan) “Ngaji luruh pinter, jama’ah luruh bener” (Mengaji mencari pintar, jama’ah mencari kebenaran). (Minggu, 16 Oktober 2022)
…
Hidup memang tak selalunya berjalan mulus, terkadang kerikil-kerikil tajam mencoba untuk menyandung kita, menguji seberapa tangguh tapak kita, dan itu terjadi pula kepada Kiai Subhan. Di tengah hiruk pikuknya pembangunan pondok pesantren dan begitu ramainya dukungan masyarakat sekitar, muncul komentar tak sedap oknum tak bertanggung jawab, “nggo apa nggawe pondok kaya kuwe, suka nggawe universitas sing wis genah manfaate” (buat apa membuat pondok sepeti itu, lebih baik membuat universitas yang sudah jelas manfaatnya).
Namun beliau berkata, “Nggawe universitas iku wis pasti akeh manfaate, tapi kuwe dudu bagiane aku. Bagiane aku ya nggawe tempat nggo dakwah. Masing-masing wis ana bagiane dewek-dewek” (Membuat universitas itu sudah pasti banyak manfaatnya, tapi itu bukan bagian saya. Bagian saya itu membuat tempat untuk berdakwah. Masing-masing sudah ada bagiannya sendiri-sendiri).
Tak hanya itu, isu akan dibatalkannya pembangunan pondok pesantren khusus “anak punk” telah menyebar bagai virus yang tak diketahui inangnya. Entah apa tujuan sang oknum menyebarkan itu, namun isu tersebut mengubah empati mereka menjadi antipati. Padahal isu tesebut tak jelas dari mana datangnya.
Terlepas dari isu-isu tersebut, pembangunan tetap berjalan dengan semestinya. Masjid “Luqmanul Hakim” sudah berdiri sempurna dan untuk sementara digunakan santri mengaji kitab. Sedangkan untuk pembangunan asrama santri masih dalam proses dan masih membutuhkan bantuan dana dalam pembangunannya. Saat ini beliau juga masih berembug bersama para pengurus mengenai pembiayaan santri selama di pondok nantinya, baik dari segi konsumsi, keperluan belajar, dan lain sebagainya. Karena para donatur saat ini masih difokuskan untuk penyelesaian pembangunan, agar proses perekrutan santri dapat segera terlaksana, melihat maraknya populasi anak punk di kota Brebes saat ini.
Pada akhirnya, sang superhero menemukan titik terangnya. Keinginannya enam belas tahun silam tak sekedar angan-angan semata. Dalam hitungan bulan, pondok pesantren tersebut akan berdiri kokoh sebagai “Bengkel Akhlak” bagi anak-anak yang ‘belum beruntung’ di sekitarnya. “Assalafiyah III”, itulah nama yang nantinya disematkan pada bangunan hebat itu. Tak peduli seberapa lama beliau berjuang, seberapa lama beliau bermimpi, tak peduli ketika nantinya tak ada yang menghuni. Karena poin utamanya adalah “niat”. Niat beliau yang begitu besar untuk menyelamatkan teman-teman kita yang ‘belum beruntung’ di luar sana. Percayalah, jerih payahmu selama ini, waktu yang kau dedikasikan selama ini akan terbayarkan satu hari nanti. Percayalah, cahaya itu tengah menunggumu di seberang waktu.