ISLAM, RADIKALISME, DAN AGAMA RAHMAT

Dewasa ini paham radikal yang mengarah pada tindakan terorisme begitu mudah dijumpai baik skala regional, nasional bahkan internasional. Tindakan itu seakan-akan menjadi menu utama di berbagai media cetak dan elektronik yang dapat disaksikan oleh semua usia dan latar belakang. Ironisnya tindakan tersebut atas nama agama.

Dalam sejarah perkembangan aliran Kalam, bibit gerakan pemikiran Islam radikal dapat ditelusuri melalui kehadiran Khawarij. Khawarij merupakan salah satu dari tiga aliran Kalam yang lahir karena faktor politik yang berkembang ke arah teologi.

Mereka tidak sepakat dengan semua keputusan dan hasil tahkim (arbitrase) yang ditempuh oleh Ali bin Abi Thalib dan Muawiyah bin Abi Sufyan dalam pertempuran Shiffin. Puncaknya mereka menghukumi semua pihak yang terlibat termasuk Abu Musa Al-Asy’ari dan Amr bin Ash sebagai Muslim yang berdosa besar dan berstatus kafir. Lebih jauh mereka juga menghalalkan darah dan harta semua orang yang tidak bersedia untuk bergabung dan mengikuti pahamnya.

Meskipun saat ini aliran Khawarij secara legal-formal sukar ditemui, pemikirannya masih terus hidup dan bermetamorfosis dalam berbagai bentuk kelompok Islam. Corak pemikirannya yang fanatik, tekstual, fundamental serta gemar menyesatkan dan mengafirkan sangat mudah ditemui. Dengan demikian, kehadiran Khawarij sebagai salah satu aliran Kalam awal merupakan bibit dari semua gerakan Islam radikal yang hadir pada saat ini.

Radikalisme
Radikaslime merupakan paham atau sikap ekstrem yang menghendaki perubahan dan pembaharuan sosial-politik secara drastis yang ditempuh dengan cara-cara kekerasan. Radikalisme agama merujuk pada fondasi agama (akidah) yang sangat mendasar dengan spirit fanatisme yang sangat tinggi, sehingga menggerakkan penganutnya untuk melakukan tindak-tindak kekerasan untuk mencapai tujuannya.

Kelompok radikal kerap menggunakan agama sebagai alat pembenaran atas semua tindakannya. Mereka mengklaim bahwa agama dan kelompoknya yang paling benar, sedangkan lainnya adalah salah. Untuk mengaktualisasikan paham keagamaan yang dianutnya, mereka rela melakukan apapun agar pahamnya diterima meskipun dengan cara-cara diluar nalar dan tidak elegan. Aksi teror, bom bunuh diri, aksi penyerangan dan sebagainya menjadi contoh tindakan tersebut.

Radikalisme pada level terendah dapat mengganggu keharmonisan intra dan antarumat beragama. Klaim bid’ah, sesat, kafir kepada kelompok yang berbeda akan melahirkan keresahan dan ketidaknyamanan. Pada level tertinggi, tindakan radikal mengarah pada aksi terorisme yang dapat mengancam stabilitas, integritas dan keamanan negara. Alhasil aksi terorisme itu pun akan membidani peperangan antarkelompok sehingga menimbulkan rasa tidak aman serta mengancam jiwa dan raga setiap individu.

Kelompok radikal sangat intens mengampanyekan ideologinya sehingga tidak sedikit kaum muda yang terpengaruh oleh ideologi semu tersebut. Pahala dan surga menjadi iming-iming untuk merekrut dan melancarkan gerakan tersebut. Banyak anak muda yang mendukung gerakan itu dan bersedia menjadi pelaku bom bunuh diri. Ironinya mereka belum mencapai level alim dalam bidang agama. Model gerakan semacam ini berjalan sangat masif, terorganisasi, dan terkoordinasi dengan sangat baik. Akibatnya hal tersebut dapat memengaruhi beberapa lapisan masyarakat.

Fakta merebaknya gerakan radikal harus menjadi perhatian serius yang mesti disikapi secara bijak oleh seluruh umat Muslim. Mengampanyekan Islam sebagai agama rahmat bisa menjadi solusi alternatif untuk meminimalisir paham radikal.

Islam Agama Rahmat
Rahmat secara etimologis berarti belas kasih. Islam agama rahmat adalah ide menyebarkan Islam sebagai agama yang senantiasa membawa spirit belas kasih. Hal itu senada dengan salah satu alasan pengutusan Nabi Muhammad SAW sebagai rahmat bagi semesta alam (QS. Al-Anbiya:107). Bahkan Rasulullah menegaskan dalam sebuah hadis bahwa pengutusan dirinya adalah untuk menyempurnakan akhlak.

Uraian di atas memberikan gambaran bahwa sejatinya wajah Islam adalah santun, lembut, elegan, menyejukkan, dan menenteramkan jiwa. Aksi ekstrem dalam berdakwah yang dilakukan oleh kelompok radikal sama sekali tidak merefleksikan wajah Islam yang penuh rahmat.

Hal yang disalahpahami oleh kelompok radikal adalah makna dakwah itu memaksa dan bukan mengajak. Padahal dakwah secara bahasa berasal dari kata da’a yang berarti mengajak. Kelompok yang berbeda wajib mengikuti jalan pikiran mereka. Islam sendiri telah mengatur cara mengajak (dakwah) sebagaimana dalam QS. An-Nahl ayat 125. Pertama, mengajak itu dengan cara hikmah (bijaksana). Kedua, mengajak itu dengan memberikan pelajaran yang baik. Ketiga, jika terdapat perselisihan dalam mengajak, bantahlah dengan cara yang baik.

Keputusan apakah individu atau kelompok berbeda akan mengikuti pahamnya adalah murni hak prerogatif Tuhan. Tuhan secara bebas dapat memberikan petunjuk kepada orang-orang yang dikehendaki-Nya. Oleh karena itu, titik tekan makna dakwah adalah mengajak dengan cara yang baik dan benar. Adapun kemauan seseorang untuk mengikuti jalan Islam ditentukan oleh hidayah Allah SWT.

Melawan paham radikal dengan menampilkan wajah Islam yang penuh kasih menjadi tugas berat setiap Muslim. Stereotip Islam sebagai agama pedang, perang, dan pertumpahan darah harus segera diubah menjadi agama rahmat serta penuh cinta kepada seluruh semesta alam.

Penulis: Rindiyani, Siswi Kelas XII IIK